SURABAYA – Hingga kini perang antara Rusia dan Ukraina tampaknya belum menemui titik temu. North Atlantic Treaty Organization (NATO) yang sedari awal diharapkan bertindak tegas, menunjukkan sebaliknya. Situasi ini memantik diskusi para pengamat hubungan internasional, salah satunya dari Cakra Studi Global Strategis (CSGS), lembaga riset kondang Hubungan Internasional Universitas Airlangga (HI UNAIR).
“Support yang diberikan (oleh NATO, Red) itu bukan seperti yang diharapkan oleh Ukraina saat ini, ” ujar Dr Phil Siti Rokhmawati Susanto SIP MIR selaku Kepala Departemen HI UNAIR, Senin (7/3/2022).
Minimnya tindakan dari NATO dan European Union (EU), tutur Siti, sangat bisa dimaklumi. Kalkulasi yang dilakukan begitu detail, terlebih mengenai aksi konfrontatif terhadap Rusia. Apalagi, Ukraina bukan anggota dari keduanya.
Volodymyr Zelenskyy, Presiden Ukraina saat ini, akhirnya mengajukan diri sebagai anggota EU. Meski belum mendapatkan kepastian status, Zelenskyy berupaya menciptakan pembenaran agar EU bertindak lebih tegas kepada Rusia. Prediksi dari Siti, prosedur yang kompleks untuk menjadi anggota dari EU akan mempersulit Ukraina sendiri.
Perhitungan AS
Agastya Wardhana menjelaskan situasi perang melalui perspektif Amerika Serikat dalam diskusi CSGS (Dok. Pribadi)
Sementara itu Agastya Wardhana, dosen HI UNAIR sekaligus pengamat Amerika Serikat (AS), melihat bahwa sejak awal komitmen NATO banyak bergantung pada AS. Negara-negara di Eropa tinggal mengikuti saja. Namun pasca Perang Dingin, kekuatan AS menurun karena tidak ada lagi eksistensi ancaman layaknya Uni Soviet.
Baca juga:
Satgas PEN Polri Lakukan Pengawasan di Jatim
|
Bertahun-tahun AS menafikan kekuatan Rusia, lanjut Agastya. Barangkali ada kehendak mereka untuk melakukan revitalisasi (penghidupan kembali) Soviet. Pada masa jabatan Biden kini, AS lebih hati-hati bertindak.
“Ini bukan perang saudara, seperti Syria atau Afghanistan. Ini perang di antara kekuatan nuklir, dan kita ada di ambang perang nuklir, ” ucap alumnus HI UNAIR tersebut.
Periset CSGS itu memperkirakan bahwa AS tidak akan mengabaikan aliansinya di Eropa begitu saja. Bisa jadi, tendensi AS untuk melakukan pivot to Asia juga akan ditinggalkan demi melindungi Ukraina. Meski demikian, dinamika dalam negeri AS belum juga bulat.
“Ini memang memuaskan secara emosional, ya, tetapi apakah ini sepadan apabila berakhir dengan kehancuran?, ” ucap Agastya.
Acara ini menjadi salah satu kuliah publik CSGS bertajuk Recent Development on Ukraine Situation yang dilaksanakan Rabu (2/3/2022). Selain Siti dan Agastya, Radityo Dharmaputra, dosen HI UNAIR sekaligus periset di Tartu University juga turut hadir memantik diskusi. (*)
Penulis: Deanita Nurkhalisa
Editor: Binti Q. Masruroh